Selasa, 29 November 2011

Askep Trauma Muskuloskeletal

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga.
Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orrang per tahun (Chairudin, 1998). Taruma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-masalah sebagai berikut.
1.    Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma.
2.    Resiko kematian yang tinggi.
3.    Prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja.
4.    Kecatatan sementara dan permanen.
Di masyarakat, seorang perawa/Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan maupun selama melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulan suatu trauma yang menimbulkan masalah pada sistem muskuloskletal dengan melakukan penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang lebih besar.
Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode waktu sebagai berikut :
1.      Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%).
Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang belakang bagian atas, kerusakan jantung, oarta, serta pembuluh-pembuluh darah besar. Kebanyakan klien tidak dapat ditolong an meninggal ditempat.
2.      Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%).
Kematian disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks, robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul, serta fraktur multipel dengan resimo besar akibat perdarahan yang masif.
Sebagian klien pada tahap ini dapat diselamatkan dengan pengetahuan dan penanggulangan trauma yang memadai.
3.       Kematian setelah beberapa hari ampai beberapa minggu setelah taruma (15%). Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran perawat dalam membantu mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan organ dan reaksi sepsis dapat dikurangi secara signifikan dengan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Penanggulangan klien taua memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki setiap Ners bervariasi, serta peralatan yang tersedia kurang memadai.
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.
B.     TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah keperawatan Muskuloskeletal II tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Trauma Muskuloskeletal: Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.

2.      Tujuan Khusus
1.    Mengetahui pengertian Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
2.    Mengetahui penyebab terjadinya Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
3.    Mengetahui patofisiologi Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
4.    Mengetahui manifestasi klinis Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
5.    Mengetahui evaluasi diagnostic Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
6.    Mengetahui penatalaksanaan Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.
7.    Mengetahui proses asuhan keperawatan Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.

D.    METODE PENGUMPULAN DATA
Data ataupun pembahasan dalam makalah ini diperoleh dari beberapa referensi yaitu buku-buku atau sumber bacaan yang relevan serta media-media lain yang mendukung.


BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA MUSKULOSKLETAL : KONTUSIO, SPRAIN, STRAIN DAN DISLOKASI
1.      KONTUSIO
a.       Pengertian
-       Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif Muttaqin,2008: 69).
-       Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan, tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
-       Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
-       Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan terhadap benturan benda keras atau pukulan. Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio yang disebabkan oleh cedera akan sembuh  dengan sendirinya tanpa pengobatan, meskipun demikian luka memar di bagian kepala mungkin dapat menutupi cedera yang lebih gawat dalam kepala. Kontusio dapat menjadi bagian dari cedera yang luas, misalnya karena kecelakaan bermotor (Agung Nugroho, 1995: 52).

b.      Etiologi
-       Benturan benda keras.
-       Pukulan.
-       Tendangan/jatuh
c.       Manifestasi Klinis
1.      Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis)         karena rupture pembuluh darah kecil, juga berhubungan dengan fraktur.
2.      Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
3.      Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).

d.      Gejala
-       Nyeri
-       Bengkak
-       Perubahan warna
-       Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar satu minggu kemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
-       Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungunya beberapa hari setelah terjadinya cedera. 
-       Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit.
-       Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas disebut hematoma.
-       Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang menyertai sedang sampai berat (Hartono Satmoko, 1993:191).

e.       Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan didaurulang oleh makrofaga. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).

f.        Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
a.       Tinggikan daerah injury
b.      Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian) untuk  vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
c.       Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
d.      Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
e.       Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi (Brunner & Suddart,2001: 2355).

Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah sebagai berikut:
1.    Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
2.    Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
3.    Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.

2.      SPRAIN
a.    Pengertian
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan menjepit atau memutar. Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas, namun masih mampu melakukan mobilitas. Ligamen yang sobek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema, yaitu sendi terasa nyeri tekan dan gerakan sendi terasa sangat nyeri (Brunner & Suddart,2001: 2355).
b.      Etiologi
-       Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
-       Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.

c.       Manifestasi klinis
-       Nyeri
-       Inflamasi/peradangan
-       Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.

d.      Tanda Dan Gejala
1.    Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
2.    Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3.    Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4.    Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan

e.       Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357).

f.        Pemeriksaan Diagnostik
1.    Riwayat :
a.       Tekanan
b.      Tarikan tanpa peredaan
c.       Daya yang tidak semestinya
2.      Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal .

g.       Penatalaksanaan
1.      Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
2.      Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
3.      Elektromekanis.
a.    Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
b.    Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung)
c.    Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
d.    Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
e.    Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.

3.    STRAIN
a.       Pengertian
-       Strain merupakan tarikan otot akibat penggunaan dan peregangan yang berlebihan atau stres lokal yang berlebihan (Arif Muttaqin, 2008: 69).
-       Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulo-tendinous terjadi pada persambungan antara otot dan tendon.
-       Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan kedalam jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).
 
b.      Etiologi
-       Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti pada pelari atau pelompat.
-       Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
-       Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).

c.       Manifestasi klinis
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
-       Nyeri
-       Spasme otot
-       Kehilangan kekuatan dan
-       Keterbatasan lingkup gerak sendi.
Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan :
-       Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis yang berulang-ulang.

d.      Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak (Chairudin Rasjad,1998).

e.       Klasifikasi Strain
1.      Derajat I/Mild Strain (Ringan) 
Derajat i/mild strain (ringan)  yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament (Chairudin Rasjad,1998).
a.       Gejala yang timbul :
ü  Nyeri local
ü  Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
b.      Tanda-tandanya :
ü  Adanya spasme otot ringan
ü  Bengkak
ü  Gangguan kekuatan otot
ü  Fungsi yang sangat ringan
c.       Komplikasi
ü  Strain dapat berulang
ü  Tendonitis
ü  Perioritis
d.      Perubahan patologi
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namuntanda perdarahan yang besar.
e.       Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
2.      Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan.
a.       Gejala yang timbul
ü  Nyeri local
ü  Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
ü  Spasme otot sedang
ü  Bengkak
ü  Tenderness
ü  Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b.      Komplikasi sama seperti pada derajat I :
ü  Strain dapat berulang
ü  Tendonitis
ü  Perioritis
c.       Terapi :
ü  Immobilisasi pada daerah cidera
ü  Istirahat
ü  Kompresi
ü  Elevasi
d.      Perubahan patologi  :
Adanya robekan serabut otot
3.      Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran mendadakyang cukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.
a.       Gejala :
ü  Nyeri yang berat
ü  Adanya stabilitas
ü  Spasme
ü  Kuat
ü  Bengkak
ü  Tenderness
ü  Gangguan fungsi otot
b.      Komplikasi ;
Distabilitas yang sama
c.       Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
d.      Terapi :
Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikanfungsinya.

f.        Manifestasi Klinis
1.      Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot
2.      Nyeri mendadak
3.      Edema
4.      Spasme otot
5.      Haematoma

g.       Komplikasi
1.      Strain yang berulang
2.      Tendonitis

h.       Penatalaksanaan
1.      Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
2.      Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol pembengkakan.
3.      Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan konservatif.


4.      DISLOKASI
a.       Pengertian
-       Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
-       Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
b.      Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi, diantaranya :
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
  • Trauma akibat kecelakaan
  • Trauma akibat pembedahan ortoped
  • Terjadi infeksi di sekitar sendi       
c.       Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Dislokasi congenital:Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
2.    Dislokasi patologik: Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
3.  Dislokasi traumatic.Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi menjadi :
1).   Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
 2).  Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
d.      Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
  1. Cedera olah raga: Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 
  2.  Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga: Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
  3. Terjatuh:
  •  Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
  •  Tidak diketahui
  • Faktor predisposisi(pengaturan posisi)
  • Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
  • Trauma akibat kecelakaan.
  • Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang
  • Terjadi infeksi disekitar sendi.
e.       Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan bawah karakoid).
f.        Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
  • Nyeri
  • Perubahan kontur sendi
  • Perubahan panjang ekstremitas
  • Kehilangan mobilitas normal
  • Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
  • Deformitas
  •  Kekakuan
g.       Penatalaksanaan
  • Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
  • Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
  • Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
  • Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
  • Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
h.       Komplikasi
Komplikasi Dini
  • Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
  • Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
  • Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut.
  • Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
  • Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
  • Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
  • Kelemahan otot

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRUMA MUSKULOSKELETAL
1.      Pengkajian.
a.       Identitas pasien.
b.      Keluhan Utama.
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
c.       Riwayat Kesehatan
d.      Riwayat penyakit sekarang
ü  Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah berolah raga.
ü  Daerah mana yang mengalami trauma.
ü  Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.
e.       Riwayat Penyakit Dahulu.
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma pada sistem muskuloskeletal lainnya
f.        Riwayat Penyakit Keluarga.
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
g.       Pemeriksaan Fisik.
ü  Inspeksi : Kelemahan, Edema, Perdarahan  perubahan warna kulit, Ketidakmampuan menggunakan sendi.
ü  Palpasi : Mati rasa
ü  Auskultasi
ü  Perkusi
h.       Pemeriksaan Penunjang
Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk membedakan dengan patah tulang.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
c.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas ditandai dengan gerakan yang minim (imobilisasi)
d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi  mengenai penyakit dan program pengobatan .

3.      Intervensi Keperawatan .
a.       Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang dan terkontrol.
Kriteria Hasil :
ü Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol.
ü Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.
ü Mengikuti program farmakologis yang diresepkan.
ü Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan kedalam program control nyeri.
Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas( skala 0-10). Catat factor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.

2.    Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat.

3.    Tinggikan bagian ekstremitas yang sakit.


4.    Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.



5.    Libatkan dalam aktifitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.



6.    Kolaborasi :
-    Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.
-    Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgesik non narkotik.

-     Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program.



-     Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera.

-     Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.

-     Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.


-     Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.


-     Menurunkan edema / pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
-     Untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot.


b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil :
ü  Mempertahankan fungsi posisi.
ü  Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi bagian tubuh.
ü  Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktifitas.
Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Kaji tingkat mobilitas yang masih dapat dilakukan klien.



2.    Instruksikan klien / bantu dalam rentang gerak klien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.

3.    Bantu atau dorong perawatan diri / kebersihan (seperti mandi).

4.    Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi atau kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak atau pancuran dan toilet, peggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat.
-     Membantu dalam menentukan kebutuhan bantuan mobilitas yang akan diberikan dan keefektifan program.

-     Meningkatlan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi.

-     Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi.

-     Menghindari terjadinya cedera berulang.


c.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas ditandai dengan gerakan yang minim (imobilisasi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
Kriteria Hasil :
ü  Klien mendiskusikan cedera dan dampaknya dalam hidup.
ü  Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Sokong penggunaan mekanisme penyelesaian masalah.


2.    Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan dan perlu.

3.    Dorong partisipasi aktiv dalam aktivitas hidup sehari-hari dalam batasan terapeutik.

Penghentian mendadak rutinitas dan rencana memerlukan mekanisme penyelesaian masalah.

Orang lain dapat membentu pasien mengenai aktivitas hidup sehari-hari.

Rasa harga diri dapat ditingkatkan dengan aktivitas perawatan diri.


d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit dan program pengobatan.
 Tujuan : setelah dilakuakn intevensi keperawatan klien dapat mengetahui tentang penyakitnya dan mengetahui tentang program pengobatan.


Kriteria Hasil :
ü  Menujukkan pemahaman akan proses penyakit.
ü  Ikut serta dalam program pengobatan dan memuali gaya hidup yang diperlukan.
Intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan


2.    Beriakan informasi mengenai terapi obat–obatan ,intreraksi,efek samping ,dan pentingnya ketaatan program


3.    Dorong periode istrahat adekuat dengan aktivitas yang terjadwal.


4.    Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik

5.    Berikan informasi mengenai alat bantu,misalnya tongkat,palang keamanan,tempat duduk toilet yang bias di naikkan .
-     Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien   dapat membuat pilihan.

-     Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan atau  dan mengurangi resiko komplikasi.


-     Mencegah kepenatan,menghemat energy dan meningkatkan penyembuhan.

-     Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung dari ketepatan dosis

-     Mengurangi paksaan untuk menggunakan tulang dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang di butuhkan atau di inginkan .




BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh. Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon) sedangkan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
B.  SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan trauma  musculoskeletal : kontusio, sprai, strain dan dislokasi. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih.

1 komentar: